Jumat, 23 Agustus 2013

Interview Sederhana

Dipostingan ini saya tidak akan menceritakan pengalaman interview saya ketika akan magang di kantor tempat saya magang sekarang. Saya ingin menceritakan cerita yang baru saja saya dengar dari atasan saya. Hari ini hari jumat, karyawan lelaki yang beragama islam melaksanakan sholat jumat. Kebetulan kantor tempat saya magang letaknya dekat dengan mesjid. Sehabis makan siang ketika seorang senior sedang membicarakan project yang akan goal dengan atasan, tiba-tiba atasan bercerita kepada kami tentang bapak yang ditemuinya di mesjid sehabis sholat jumat.

Sehabis sholat jumat dikala orang-orang yang sudah selesai sholat seakan terburu-buru keluar dari mesjid untuk mencari makan siang. Atasan saya melihat bapak yang masih diam di tempatnya sholat, bapak itu ternyata masih melaksanakan sholat sunnah. Atasan saya lalu memperhatikan bapak itu lagi, caranya sholat tidak berdiri melainkan terduduk dengan menyelonjorkan kedua kakinya. Atasan saya lalu bertanya-tanya, kenapa cara bapak itu sholat seperti itu. Dia pun memutuskan untuk menunggu bapak itu selesai sholat dan menanyakannya sendiri kepada bapak itu. Mesjid sudah tampak sepi, terlihat seorang marbot sedang menggulung karpet tanda kegiatan sholat jumat sudah benar-benar selesai.

Bapak yang ditunggu oleh atasan saya sudah selesai sholat dan berdoa. Dia mendekati bapak itu dan mulai bertanya tentang cara sholatnya, ternyata bapak itu tidak bisa sholat seperti pada umumnya dikarenakan kondisi kakinya yang sulit di gerakan akibat tumor dan struk ringan yang menyebabkan kakinya setengah lumpuh. Lalu atasan saya bertanya tentang pekerjaan bapak itu, pekerjaan bapak itu adalah tukang sol sepatu keliling. Atasan saya bertanya dimana rumah bapak itu, dan rumah bapak itu berada di Cipete. Jarak yang lumayan jauh jika di tempuh dari Kemang dengan berjalan kaki. Bapak itu bercerita kepada atasan saya tentang pekerjaannya. Sebelum terkena struk ringan dia memakai pikulan untuk menaruh peralatan sol sepatunya lalu memikulnya berkeliling, setelah dia terkena struk ringan sekitar 4 tahun yang lalu diapun menggunakan tas untuk membawa peralatan sol sepatunya. Karena menggunakan tongkat untuk menopang kakinya ketika berjalan, bapak itu tidak lagi memikul pikulan.

Atasan saya memerhatikan bapak itu lagi, kaki bapak itu bersih, tangannya juga bersih. Dia berkesimpulan bahwa kulit besih bapak itu akibat sering dibasuh oleh wudhu, minimal lima kali sehari. Atasan saya bercerita kepada kami betapa dia salut kepada bapak yang baru saja ditemuinya di mesjid sesudah sholat jumat itu. Salut karena dengan kondisinya yang seperti itu, bapak itu tidak menyerah akan nasibnya sendiri. Salut karena dengan kondisinya yang seperti itu, bapak itu masih menjalankan kewajiban sholat yang bahkan kita yang sudah diberi kesehatan saja sering lalai. Salut karena dengan kondisinya, bapak itu masih bisa berkeliling dengan kaki yang ditopang tongkat untuk menawarkan jasanya sebagai tukang sol sepatu. 

"Jika bapak itu tidak mempunyai mental yang kuat, bisa saja dia menjadi pengemis sekarang. Tapi selama 4 tahun dia tidak menyerah pada nasibnya. Bapak itu tetap berkeliling dengan menggunakan tas tidak lagi dengan pikulan hanya untuk uang yang tidak sampai Rp 40.000 setiap harinya, dia tetap berjuang. Sementara kita lecet sedikit saja sudah mengeluh" Itu kata-kata penutup dari atasan saya. 

Cerita tentang bapak itu dan bagaimana cara atasan saya memandang cerita dari bapak itu berdasarkan interview sederhananya memberikan pemikiran tersendiri pada saya. Banyak orang diluar sana yang mengeluh karena hal sepele tapi lihat ada banyak orang juga yang masalahnya sepuluh kali lebih besar daripada masalah yang kita punya dan dia tidak mengeluh. 

Ditulis di kantor sambil mendengarkan lagu-lagu The Cure yang saya ambil dari folder musik laptop Epil.
Copyright © 2014. All Right Reserved by Mira Dwi Kurnia