Senin, 02 Desember 2013

Respect

Miris rasanya merasakan perbedaan perlakuan berdasarkan seberapa banyak uang yang kita punya, berdasarkan harta. Saya mendiskusikan perihal ini dengan sahabat saya dan berujung dengan kesimpulan uang memang bukan segalanya, penghargaan itulah segalanya makanya orang tua senang sekali jika orang yang lebih muda menghargainya.

Maksudnya penghargaan disini ialah rasa menghargai seseorang untuk masa hidup, untuk pengalaman, untuk ilmu pengetahuan, untuk perbuatan dan untuk perasaan. 

Jumat, 23 Agustus 2013

Interview Sederhana

Dipostingan ini saya tidak akan menceritakan pengalaman interview saya ketika akan magang di kantor tempat saya magang sekarang. Saya ingin menceritakan cerita yang baru saja saya dengar dari atasan saya. Hari ini hari jumat, karyawan lelaki yang beragama islam melaksanakan sholat jumat. Kebetulan kantor tempat saya magang letaknya dekat dengan mesjid. Sehabis makan siang ketika seorang senior sedang membicarakan project yang akan goal dengan atasan, tiba-tiba atasan bercerita kepada kami tentang bapak yang ditemuinya di mesjid sehabis sholat jumat.

Sehabis sholat jumat dikala orang-orang yang sudah selesai sholat seakan terburu-buru keluar dari mesjid untuk mencari makan siang. Atasan saya melihat bapak yang masih diam di tempatnya sholat, bapak itu ternyata masih melaksanakan sholat sunnah. Atasan saya lalu memperhatikan bapak itu lagi, caranya sholat tidak berdiri melainkan terduduk dengan menyelonjorkan kedua kakinya. Atasan saya lalu bertanya-tanya, kenapa cara bapak itu sholat seperti itu. Dia pun memutuskan untuk menunggu bapak itu selesai sholat dan menanyakannya sendiri kepada bapak itu. Mesjid sudah tampak sepi, terlihat seorang marbot sedang menggulung karpet tanda kegiatan sholat jumat sudah benar-benar selesai.

Bapak yang ditunggu oleh atasan saya sudah selesai sholat dan berdoa. Dia mendekati bapak itu dan mulai bertanya tentang cara sholatnya, ternyata bapak itu tidak bisa sholat seperti pada umumnya dikarenakan kondisi kakinya yang sulit di gerakan akibat tumor dan struk ringan yang menyebabkan kakinya setengah lumpuh. Lalu atasan saya bertanya tentang pekerjaan bapak itu, pekerjaan bapak itu adalah tukang sol sepatu keliling. Atasan saya bertanya dimana rumah bapak itu, dan rumah bapak itu berada di Cipete. Jarak yang lumayan jauh jika di tempuh dari Kemang dengan berjalan kaki. Bapak itu bercerita kepada atasan saya tentang pekerjaannya. Sebelum terkena struk ringan dia memakai pikulan untuk menaruh peralatan sol sepatunya lalu memikulnya berkeliling, setelah dia terkena struk ringan sekitar 4 tahun yang lalu diapun menggunakan tas untuk membawa peralatan sol sepatunya. Karena menggunakan tongkat untuk menopang kakinya ketika berjalan, bapak itu tidak lagi memikul pikulan.

Atasan saya memerhatikan bapak itu lagi, kaki bapak itu bersih, tangannya juga bersih. Dia berkesimpulan bahwa kulit besih bapak itu akibat sering dibasuh oleh wudhu, minimal lima kali sehari. Atasan saya bercerita kepada kami betapa dia salut kepada bapak yang baru saja ditemuinya di mesjid sesudah sholat jumat itu. Salut karena dengan kondisinya yang seperti itu, bapak itu tidak menyerah akan nasibnya sendiri. Salut karena dengan kondisinya yang seperti itu, bapak itu masih menjalankan kewajiban sholat yang bahkan kita yang sudah diberi kesehatan saja sering lalai. Salut karena dengan kondisinya, bapak itu masih bisa berkeliling dengan kaki yang ditopang tongkat untuk menawarkan jasanya sebagai tukang sol sepatu. 

"Jika bapak itu tidak mempunyai mental yang kuat, bisa saja dia menjadi pengemis sekarang. Tapi selama 4 tahun dia tidak menyerah pada nasibnya. Bapak itu tetap berkeliling dengan menggunakan tas tidak lagi dengan pikulan hanya untuk uang yang tidak sampai Rp 40.000 setiap harinya, dia tetap berjuang. Sementara kita lecet sedikit saja sudah mengeluh" Itu kata-kata penutup dari atasan saya. 

Cerita tentang bapak itu dan bagaimana cara atasan saya memandang cerita dari bapak itu berdasarkan interview sederhananya memberikan pemikiran tersendiri pada saya. Banyak orang diluar sana yang mengeluh karena hal sepele tapi lihat ada banyak orang juga yang masalahnya sepuluh kali lebih besar daripada masalah yang kita punya dan dia tidak mengeluh. 

Ditulis di kantor sambil mendengarkan lagu-lagu The Cure yang saya ambil dari folder musik laptop Epil.

Kamis, 09 Mei 2013

Terbiasa

Saya sudah harus terbiasa dengan semuanya. Doa mana yang ada di setiap langkah saya ? Seperti de javu, kejadian dan perasaan yang pernah saya alami di momen yang sama. Mungkin kejadiannya berbeda tapi perasaannya sama. Saya tau setidaknya saya tidak boleh bersikap seperti ini, saya harusnya bergembira, tapi kenyataannya apa ?
Saya biasanya punya tempat buat sekedar berbagi cerita. Absennya saya tidak menulis apapun pada blog ini mungkin bisa disebabkan karena saya mempunyai orang-orang yang mau mendengarkan cerita saya. Saat ini saya bingung mau bercerita ke siapa.

Harusnya saya merasakan suka cita, tapi apa ? Sepertinya saya terlalu banyak menertawakan keajaiban hidup setiap harinya jadi Tuhan memberikan tamparan kepada saya berupa kejadian dan perasaan ini agar saya bisa lebih serius dalam melihat sesuatu. Tentang semuanya siapa yang tau ?

Minggu, 10 Maret 2013

How I Adore Life

How i adore life and all the things about it. How i adore life and all happening on it. How i adore life and all the people who ever lived on it.

Overall I'm glad, i'm bless, i'm grateful. What else ?

Sabtu, 23 Februari 2013

Sosialita Akademi

Sekitar tiga minggu yang lalu saya berkesempatan untuk berkumpul bersama teman-teman lama, mereka adalah teman SMA saya. Betapa menyenangkan hanya sekedar berkumpul bersama, menikmati cemilan sambil melontar bercandaan khas jaman SMA atau bernostalgia membicarakan kejadian-kejadian menakjubkan yang terjadi sewaktu kita sama-sama masih remaja. Kita menertawakan kejadian-kejadian konyol yang terjadi selama masa SMA. Tidak lupa, saat berkumpul itu kita juga membicarakan kesibukan masing-masing dan juga membahas tentang kesibukan teman-teman lain yang tidak bisa ikut kumpul pada hari itu.

Kita membicarakan tentang salah satu teman yang sekarang sudah menjadi sosialita. Kebetulan saya sekelas tiga tahun dengan teman yang sekarang telah menjadi seorang sosialita ini. Sewaktu SMA saya lumayan dekat dengannya, saya tau dia memang berasal dari keluarga golongan atas. Saya ingat sewaktu dia berulang tahun ke 17 dia merayakannya di salah satu cafe sekaligus tempat club dan yang datang harus mengenakan pakaian formal. Hidup sosialitanya dimulai ketika dia berpacaran lagi dengan mantannya yang memang anak seorang pengusaha. Sebenarnya saya sudah tau perihal hidup sosialitanya, saya mengetahuinya dari display picture yang terpampang di BBM nya. Saya hanya bisa menjadi orang norak yang melihat foto-foto itu. Sepertinya foto itu berlatar belakang di Bali atau mungkin di Lombok atau mungkin di luar negeri, saya pun tidak tahu pastinya dimana. Dari foto itu terlihat temansaya bersama pacarnya sedang menghabiskan liburan bersama, sepertinya mereka foto di hotel berbintang lima yang terdapat di tepi pantai dan latar belakang pantainya sungguh menakjubkan. Iya sebenarnya ketika melihat foto itu saya hanya terkesan melihat latar belakang pantainya. Pantainya bagus, pasir biru dengan kombinasi air putih.

Saya juga tau kalau teman saya ini sudah menjadi sosialita darimana lagi kalo bukan dari sosial media. Teman saya yang lainnya mengatakan, teman saya yang sekarang sudah menjadi sosialita ini masih minder sama cowoknya karena menurutnya keluarga pacarnya ini lebih kaya harta dibandingkan dengan dirinya. O my God this world. Oke sekian dulu cerita tentang teman saya yang sudah menjadi sosialita. Sebenarnya cerita diatas adalah intro.

Tapi teringat kata sosialita dan teringat teman saya yang sekarang sudah menjadi sosialita, saya pun teringat dengan obrolan seru pada suatu malam di tempat makan donat bersama teman-teman kampus saya. Kita tergabung dalam komunitas yang suka musik dan kita juga suka cuap-cuap. Terkadang kita haus akan informasi terkini tentang apapun, iya mereka adalah teman-teman dari radio kampus saya. Dari gulir bercanda yang terucap antara satu sama lain, malam itu kami semua tertawa lepas. Bahkan satu-satunya cowo yang ikut ngumpul pada saat itu, sepertinya dia lupa sejenak akan kegalauan cintanya. Saya tidak ingat bagaimana awal obrolan ini tapi tiba-tiba satu teman saya menyatakan pendapatnya. Dan sebenarnya pendapatnya ini didapat dari seorang dosen FISIP yang sekarang sudah menjadi dekan FISIP dan kabar terbaru menyebutkan bahwa beliau baru pulang dari Shinjuku untuk seminar internasional. Pendapat dari teman saya ini kira-kira begini bunyinya "Ada golongan yang tidak terlalu peduli dengan penampilan, tidak terlalu mengikuti perkembangan terkini, tapi golongan tersebut mementingkan kualitas akademisnya, wawasannya, tipe golongan ini sering tersingkirkan dari pergaulan yang 'gaul' tapi pada satu kesempatan golongan ini akan menjadi penting, orang-orang golongan ini akan diminta tanda tangannya. Begitulah cara orang-orang ini manjadi diakui dan golongan ini dinamakan sosialita akademi."

Diam-diam saya menyimpan keinginan untuk menjadi sosialita akademi. Saya tidak tau apakah mereka yang ikut makan donat enak pada malam itu juga ingin masuk ke dalam golongan sosialita akademi ini atau tidak.

Rabu, 30 Januari 2013

Inilah

Inilah tempat pelarian saya, diatas bukit paling tinggi yang ada di desa ini. Jelas terlihat suasana desa yang selalu tampak tenang. Ditempat ini pula saya bisa melihat hampir seluruh aktivitas warga desa. Pada pagi hari saya bisa melihat anak-anak SD yang akan berangkat sekolah dengan mengayuh sepedanya, pada siang hari saya bisa melihat mereka yang sedang menggarap sawahnya, pada sore hari saya bisa melihat teman-teman saya yang asyik bertanding bola. Saya dapat kesini kapan saja, sebelum berangkat sekolah, sesudah pulang sekolah, sebelum bermain bola bersama teman-teman saya, atau saat saya tidak ingin bermain bola dan hanya menyaksikan mereka dari atas sini.

Inilah tempat pelarian saya, saya tidak mau membaginya dengan siapapun. Saya akan berterimakasih kepada orang yang pertama kali menyebarkan mitos dan cerita menyeramkan tentang bukit ini. Berkat mitos dan cerita menyeramkan itu warga desa tidak ada yang berani menjajakan kakinya di sini. Banyak mitos yang beredar mengenai bukit ini, salah satunya jika ada orang yang berani menaiki puncak bukit maka orang itu akan terkena sial selama tujuh hari lamanya. Cerita menyeramkan datang ketika ada seorang warga desa yang melihat sesosok harimau Jawa yang terlihat menuruni bukit pada malam hari, tidak beberapa lama sosok harimau itu pun menghilang. Saya sudah seringkali menaiki puncak bukit ini, sampai saat ini saya tidak apa-apa. Dan saya rasa warga yang melihat harimau itu hanya mengada-ada, saya tidak melihat sosok satu harimau pun. Yang ada hanyalah jangkrik dan belalang yang seringkali berlomba menuruni bukit.

Sore hari ini saya enggan untuk bermain bola bersama teman-teman saya yang lain, biasanya kami akan bertanding sampai setengah jam sebelum adzan maghrib berkumandang dari surau. Sore hari ini saya memilih untuk menonton pertandingan mereka sembari merenung. Renungan tentang masa depan, saya tau sebentar lagi saya lulus SMA. Kebanyakan pemuda dari desa ini selepas lulus SMA akan pergi ke Ibukota, mencari nafkah, mencoba untuk menjadi orang yang sukses atau sebaliknya. Bagaimana dengan saya ? Hari ini saya mendapat kabar yang cukup menggembirakan, berkat menjadi kapten ekstrakulikuler di sekolah dan sering menjuarai pertandingan sepakbola antar SMA se-kabupaten, saya mendapat tawaran beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas swasta di ibukota. 

Saya tau bahwa pada akhirnya saya harus mengambil kesempatan beasiswa ini, saya tidak mau menjadi seperti pemuda desa lainnya yang berakhir bekerja serabutan di ibukota. Saya akan meneruskan sekolah, belajar menjadi seorang pria yang nantinya akan berjalan dengan bangga karena bisa menaikan derajat sosial keluarganya. Sore itu saya berusaha menikmati setiap detik apa yang saya bisa lihat dan rasakan di atas bukit. Saya menutup mata, merasakan hembusan angin yang menghelai wajah saya, mendengarkan sayup-sayup suara teman-teman saya yang sedang bertanding bola, mendengarkan sesekali suara jangkrik dan kicau burung, mendengarkan suara padi yang bergesekan daunnya karena tertiup angin.

Saya akan merindukan tempat pelarian saya, di ibukota tidak mungkin ada tempat dengan nyanyian alam yang saya bisa dengar seperti di tempat ini.

Banyu, Pemuda desa, 18 tahun.

Senin, 28 Januari 2013

Kemana

Hampir setahun yang lalu saya membereskan barang-barang yang saya perlukan, memasukannya ke dalam tas ransel dan memangul tas itu menaiki bis malam. Pergi keluar dari kota ini, sendiri. Kemana ? Saya tau lokasi tujuan dari perjalanan saya waktu itu, tapi tujuan yang sebenarnya lebih jauh dari lokasi fisik yang saya tuju. Ketenangan, iya tujuan saya adalah ketenangan.

Demi mencapai tujuan, saya harus menempuh perjalanan darat selama 18 jam menaiki bis malam. Sungguh suatu pengalaman yang mungkin biasa bagi orang lain tapi tidak bagi saya. Entah bagaimana, di bis itu saya merasa sebagai seorang psikolog atau bisa juga disebut teman curhat. Entah sudah berapa penumpang saja yang membagi sebagian cerita kehidupannya pada saya. Saya tidak bertanya, mereka bercerita dengan sendirinya. 

Kemana tujuan saya setahun yang lalu ? Kemana tujuan saya sekarang ? Kemana dulu saya pergi ? Kemana tujuan saya nantinya ?

Sesekali saya tidak mau menanyakan pertanyaan dengan kata tanya  itu didalamnya.

Jika pertanyaan dari kata tanya kemana sudah ada jawabannya, maka tujuan sudah pasti ada dan itu sudah menjadi suatu kepastian. Bukankah hidup ini penuh dengan elemen-elemen yang tidak pasti. Partikel apalah itu namanya, senyawa tidak jelas, zat tak bernama, lokasi tak bernyawa. Itu semua tidak pasti, bukan ? Lalu kenapa tidak sesekali kita berjalan saja tanpa arah dan tujuan, membiarkan hidup memberi kejutan dengan sesekali menghilangkan kata tanya
kemana.
.
Copyright © 2014. All Right Reserved by Mira Dwi Kurnia